Part 21--- Perjalanan ke Medan Tempur: Lautan Maha Karya di desa Chu Chi

Wednesday, July 8, 2015

Selama perjalanan dari pusat kota Saigon ke bekas medan tempur Chu Chi, bus kami sempat terhenti dua kali. Tenang, bukan masalah besar kok. Cuman mau isi bensin. Hahah. Lumayan lama sih berhentinya karena seperti di Indonesia, momen yang dipersembahkan oleh agen tur itu pasti digunakan oleh beberapa manusia yang susah nahan pipis. Mereka terseok-seok lari cari kamar mandi. Doain aja yah pas disana gak mesti ngantri. Sayangnya, gua lupa nglirik harga bahan bakar di sana. Duh. Coba kalau sempet, khan seru juga buat dibandingin sama harga di negeri kita. Pasti karena gua terpukau, terkesima atau apalah itu sama pemandu wisata dan temen-temen baru gua di bus itu. Jadi lupa nuansa dan kondisi disekitar jalan.

Baru setelah si GL dari Timteng itu ketiduran, gua sempet perhatikan jalan-jalan di sekitar bus yang sedang melaju dengan cepatnya. Suasananya mirip kayak kalau kita lewat Sumatera, hmm Lampung khususnya. Setelah menerobos keluar kota, wilayah peladangan semi hutan menyapa. Wah, kalau di kampung halaman mah, wilayah seperti ini bisa jadi ladang begal. Cuman di sini auranya aman-aman aja. Gak tahu juga sih kalau menurut warga lokal. Nah, semoga bro/sis ngeh yah kenapa aku gak saranin ke tempat ini pake cara sendiri. Tar ilang loh, di tarik semut diantara pepohonan jati atau waru. Sekilas terbayang betapa wilayah ini begitu rumit buat dijadikan wilayah perang. Daerah delta dialiri sungai besar yang agak berlumpur gitu. Tapi jalan rayanya bagus kok. Cukup terawat kayak gua (halah).

Sesekali gua juga lihat pekuburan Vietnam. Ada yang berkelompok, ada juga yang di ladang punya keluarga gitu. Kuburannya khas Vietnam dengan nisan yang mirip gapura kotak mirip mahkota kaisar dewa naga di film Sun Gokong. Dari situ gua tahu, walaupun secara nominal Vietnam itu negara berasas komunis, mereka mempersilakan warganya menganut agama nenek moyang. Keliatan dari pernak-pernik dan benda-benda yang mengitari kuburan.

Wedew. Kenapa jadi ngomongin kuburan yah. Hehehe. Beberapa menit kemudian si GL dari Timteng kebangun. Setelah ngobrol bentar, bus kami berhenti lagi buat kedua kalinya. Kali ini bukan buat toilet atau isi bensin, tapi di sebuah bangunan yang mirip terminal cuman lebih besar. Si Steve menjelaskan bangunan apa itu.

Ternyata bangunan itu adalah sejenis loka karya para veteran Perang Vietnam. Karena perang yang sangat gak imbang dan bengis, banyak warga, terutama para pria gerilyawan terluka dan mengalami sayatan permanen. Gak jarang, mereka harus kena amputasi. Dua dekade sebelumnya, banyak yang pasrah lantas jadi pengamen atau pengemis. Jumlah mereka gak sedikit. Tapi disitulah saya salut sama bangsa Vietnam. Mereka punya ide untuk menolong orang-orang ini supaya mandiri. Dibuatlah loka-loka karya macam ini seantero Vietnam. Mereka membuat keramik, lukisan dan cindera mata buat di jual. Ya, sih... Sebelum ke Vietnam gua sempet baca kalau sepuluh atau dua puluh yang lalu, banyak banget pengemis di sana, tapi pas kali ini gua gak ketemu sebanyak itu. Paling satu dua. Bukan pemandangan yang umum.

Begitu masuk ruangan yang kayak gudang pabrik besarnya itu, gua langsung amazed sama keindahan dan ke-wow-an hasil karya bapak-bapak veteran perang itu. Kita bisa yakin itu bukan sekedar cerita, secara di lokasi itu kita juga bisa lihat banyak dari para seniman itu lagi ngerjain karyanya. Liatin mereka buat karya seni dengan lincahnya aja udah membuat gua terinspirasi sama kegigihan mereka. Hasilnya kece badai kena angin topan plus halilintar. Nah, kurang apa lagi. Hahhaha.
Harga yang di bandrol juga sangat masuk akal. Ukurannya beragam, dari yang seukuran kantong atau seukuran pajangan dinding rumah atau kantor. Gua beli gak ya? Hm hm. Ya jelas.... Nggak lah. Secara gua kan irit bin pelit. Jadi seribu satu alasan gua buat supaya gua gak beli. Yang jelas gua masih baru juga beberapa hari disini, jadi masih mesti hati-hati gunain duit supaya bertahan sampai balik ke rumah. Selain itu juga, gua merasa bahwa gua ataupun tetangga gua, temen gua, adik tetangga gua, atau neneknya ataupun keponakannya belum terlalu perlu barang-barang itu. INGAT. Sekali lagi itu cuman alibi. Dalam hati gua udah ngiler pengen bawa pulang barang-barang kece yang cuman gua bisa dapetin di sini. Alangkah kecenya kalau temen gua bawain karya seni yang bagus banget kayak gitu.Tapi apa daya, gua gak mau bikin transaksi yang gak ada di anggaran.
So, belajar dari itu, tar kalau gua ke Chu Chi tunnel lagi, gua udah ngincer beberapa barang yang akan gua beli. Dan buat bro/sis yang mau jalan ke sana (hm hm naek bus maksudnya), ada baiknya siapin duit cukup yah kayak 400 ribu dong misalnya, buat dapetin barang-barang antik yang bagus banget dengan harga masuk akal.
Bentar lagi nyampe Terowongan yang diresmikan sebagai taktik perang paling jenius abad 20 itu. Siap? Di part selanjutnya tentunya.

0 comments:

Post a Comment