Part 15-- Seni, Perancis dan Leisure time: Manjakan dirimu dengan sentuhan Eropa

Friday, January 2, 2015

Kami banting stir (haha, kiasan yah bro and sis, soalnya kami jalan kaki, masak mau banting kaki. Agak sakit yah) ke arah berlawanan dan lagi-lagi nyebrangin kompleks city hall yang sangat anggun. O iya, sebelum nerusin intermezzo dikit yabh. Jadi pas kami nyebrang jalan, ada bapak-bapak jualan kelapa muda gitu. Orangnya belum terlalu tua yah paling 40an lah kali. Liat kami lagi ngebolang pegang-pegang peta, maka kami jadi target sasaran modus operandinya. Gak diapa-apain sih cuman ditawarin kelapa mudanya. Tapi nawarinnya itu loh modus banget. Jadi dia deketin aku terus nyerocos pake bahasa indah Vietnam. Trus dengan muka polos gw senyum-senyum tersipu. (Emang muka gue kayak tur guide kali yah). Terus dia bilang, 'Wé yu fo:m' translate: where are you from. Oh... aku bilang dari Indonesia. 'Ahh... you look look lai' Vietnamese aaa sem sem, translate: you look like Vietnamese; so similar. Thank you. Masak sih hahah. Terus dia tunjukkin jalan-jalan buat ke Musem dst. Dalam hati gw baik banget nih bapak. Terus dia suruh kami coba bawa pikulannya. Wuiissss. Berat banget broo. Sabar ya pak, hidup ini emang berat. Gue jadi kasihan sama bapak ini. Siang-siang bolong gini cari nafkah dengan cara jualan kelapa di tengah ramainya kota yang ugal-ugalan ini.

Ok deh. Demi meringankan beban sesama orang susah hahaha, aku beli satu. Dia bukain dan kasih sedotan. Harganya kena 20ribu Dong. Lumayan lah ya pak, minimal hari ini udah laku satu (nahan air mata, hahaha). Rasanya sedap banget. Pas banget lah buat menemani langkah petualangan di seputar kota Ho Chi Minh City ini.
Minum sedep udah dapet, sebenarnya dogannya (daging kelapa muda) manis n lezat banget. Sayang gak ada sendok buat keruk. Tapi ya udahlah. Minum airnya pun udah menyegarkan kok. Hidup masih harus berlangsung dan kami pun singgah di kedai semacam 7eleven gitu buat cari santapan. Syamil sebenarnya nak roti tapi kagak ade, aku cari sesuatu yang mengenyangkan tapi tidak menguras dompet. Ada ide apa? Coba tebak! Aku beli semacem Pringless yang ukuran sedang, terus duduk-duduk di kafenya buat menikmati kudapan pengganjal perut ini.

Belok kanan dari jalan Nguyen Hue, kami dikejutkan dengan kompleks bangunan-bangunan terkeren yang pernah aku lihat. Rupanya kami udah ada di sekitaran kompleks Saigon Opera House. Keliatan banget nih kalau wilayah ini dulu jadi pusat hepi-hepinya alias entertainmentnya kumpeni-kumpeni Perancis terutama kalau mereka kangen sama kampung halaman. Kali aja mereka mikirnya dari pada repot dan mahal bolak-balik ke Paris zaman itu, gimana kalau kita bangun 'Paris-Parisan' di sini. Aha! Ide cemerlang kang and empok... hahaa. Soalnya bener khan sampe sekarang banyak orang Saigon dan sekitarnya, termasuk kumpeni Indonesia kayam aku ini bisa menikmati karya luar biasa satu kompleks sekaligus.

Di hadapan saya berdiri gedung ala rennaisance yang membuat mata terbelalak lengkap dengan patung Helenistik dan pilar-pilar keagungan yang diberi ornamen mengesankan. Di sekelilingnya ada puluhan gedung beraksitektur Perancis yang mudah dikenali dengan warna-warna klasik dan rumbai-rumbai pada jendela. Untuk puluhan menit ke depan saya sangat terkesima dengan pemandangan ini. Saya lupa kalau lagi ada di Asia. Karena memang terpaan angin musim dingin Vietnam ini makin menguatkan imajinasi saya. Wuih, mantap...

Saat kata-kata gue udah habis buat gambarin betapa terbuainya saya, kali foto-foto dari selfie lurus sampe miring-miring mungkin bisa menolong menceritakannya. Because picture worths 100o words...

Kami melanjutkan perjalanan ke sebuah Museum yang gedungnya adalah yang paling cantik di Vietnam. Kayak apa ceritanya? Nantikan... 

0 comments:

Post a Comment